Perbanyakan Tanaman Dengan Kultur Jaringan
sejarah perikanan Indonesia
SEJARAH PERIKANAN INDONESIA
PERADABAN KUNO
Di Indonesia sendiri, sebelum terjadinya migrasi sekala besar pada periode Neolithic (3000-2000 SM), penduduk asli indonesia yang disebut sebagai Wajak hidup secara primitif dengan cara menangkap ikan dan berburu (anonymous, 1996), selain itu menangkap ikan hiu juga telah dilakukan ribuan tahun silam oleh penduduk asli indonesia terutama bagi mereka yang berada diwilayah indonesia bagian timur. Kemudian sekitar pada abad ke 15 dan ke 16 kelompok etnis yang disebut Bajini, makassar, bugis dan bajo merintis perdagangan tripang dan trochus untuk diperdagangkan dengan kelompok pedagang asal cina (Anonymous, 2001). Mungkin catatan sejarah inilah yang menimbulkan julukan “Nenek Moyangku Bangsa Pelaut”.
Periode 1450-1680 menjadi periode emas ekonomi pesisir, atau Reid menyebut “age of commerce” . Puncak keemasan ekonomi nusantara merupakan hasil dari spesialisasi ekonomi yang tinggi (misalnya produk pangan untuk pasar domestik dan beberapa hasil pertanian, hutan dan hasil laut, serta emas untuk pasar global), jaringan perdagangan yang luas, merebaknya monetisasi dan urbanisasi
Perdagangan mutiara dan kerang-kerangan cukup penting, namun keterangan Zuhdi tentang perikanan Cilacap yang hanya menggunakan alat tangkap sederhana dan nelayan mengolah hasilnya untuk dibarter dengan wilayah pedalaman menjadi panduan kondisi lain perikanan di era ini.
Pada periode berikutnya, sebelum tahun 1900an kegiatan perikanan di Indonesia masih didominasi oleh kegiatan perikanan yang bersifat subsisten yang diarahkan pada pemnuhan kebutuhan pangan penduduk yang hidup disekitar wilyah pesisir dengan skala perdagangan yang sangat terbatas, namun demikian beberapa perdaganggan untuk komensial terjadi dibebberapa wilayah indonesia timur dalam bentuk perdagangan hasil laut kerang mutiara. Pada periode puncaknya sekitar tahun antara tahun 1870-1900, ribua nelayan terlibat dalam industri ini dengan menghasilkan nilai ekonomi yang sangat tinggi ( Morgan dan Staples, 2006).
Kemudian skala subsistensi ini secara perlahan berubah kearah komersial dengan tujuan menyuplai kebutuhan pangan (ikan) kewilayah-wilayah terpencil dengan teknologi pengawetan ikan yang terbatas. Pertumbuhan yang spektakuler terjadi pada tahun 1900-an ini sjalan dengan terjadinya urbanisasi dan perkembangan transposisi dan sistem pemasaran. Akselerasi pertumbuhan perikanan ini memuncak setelah usai perang perang dunia kedua dimana armada perikanan semakin termekanisasi dan kegiatan perikanan semakin merambah kewilayah timur laut lepas (offishorr) dan daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak terjamah (morgan dan staples, 2006).
MASA PENJAJAHAN HINGGA AWAL KEMERDEKAAN
Sejak akhir 1800an perikanan telah berorientasi pada pasar yang ditandai dengan pertumbuhan spektakuler usaha pengolahan dan pemasaran ikan. Bahkan, pada awal abad ke-20 Kota Bagan Si Api Api di mulut Sungai Rokan telah menjadi salah satu pelabuhan perikanan terpenting di dunia dengan kegiatan utama ekspor perikanan. Jawa dengan populasi 1/4 dari total penduduk Asia Tenggara pada tahun 1850 telah menjadi pasar terpenting produk perikanan khususnya ikan kering (asin) dan terasi .
Merujuk pada data van der Eng, kontribusi perikanan terhadap total PDB pada tahun 1880 dan 1890 mencapai di atas 2% atau tertinggi yang pernah dicapai perikanan dari seluruh periode antara 1880-2002.
Pasang-surut perikanan tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, permasalahan ketersediaan sumberdaya, ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan monopoli garam oleh pemerintah dengan meningkatkan biaya sewa dari f6.000 pada tahun 1904 menjadi f32,000 di tahun 1910 menghasilkan stagnasi dan penurunan peran industri perikanan yang ditunjukkan oleh penurunan ekspor dari 25.900 ton ikan kering di tahun 1904 menjadi 20.000 ton di tahun 1910. Tahun 1912 perikanan Bagan Si Api-Api telah mengalami kemunduran berarti. Hal yang serupa dan permasalahan pajak dan kredit juga terjadi di Jawa dan Madura. Permasalahan ekologi seperti ekstraksi bakau dan pendangkalan perairan, serta menurunnya sumberdaya ikan muncul dan mendorong perikanan bergerak lebih jauh dari pantai.
Pertumbuhan industri perikanan periode 1870an sampai 1930an oleh Butcher disebut sebagai menangkap ikan lebih banyak dengan teknologi yang sama. Periode ini diikuti oleh perubahan teknologi dan perluasan daerah penangkapan sebagai akibat modernisasi perikanan dan semakin langkanya ikan di daerah pinggir (1890an-1930an). Peran nelayan Jepang dalam hal ini patut dicatat karena mereka masuk ke Indonesia dengan profesi salah satunya sebagai nelayan. Butcher menilai nelayan-nelayan ini datang dengan dukungan subsidi pemerintahan Meiji yang sedang giat menggalakan industrialisasi. Teknologi perikanan yang lebih maju membuat nelayan Jepang mendapat keuntungan yang lebih besar dari eksploitasi sumberdaya ikan.
PENJAJAHAN BELANDA
Periode 1850-1966 adalah periode pelembagaan institusi-institusi yang menangani urusan masyarakat bagi pemapanan penjajahan Belanda atas negeri Indonesia. Begitu pula halnya dengan urusan-urusan masyarakat pantai yang menyandarkan kegiatan ekonomi pada bidang kelautan. Pengembangan kelautan dimulai pada 1911 dengan dibentuknya Bugerlijk Openbare Werken yang berubah menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat pada 1931. Kurun waktu hingga kemerdekaan tercapai, merupakan fase pasang surut pertumbuhan organisasi kelautan dalam struktur pemerintahan kolonial maupun Republik Indonesia merdeka. Unit-unit warisan kolonial Belanda inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan kementerian yang mengelola aspek kelautan di masa sekarang.
Lembaga yang menangani kegiatan-kegiatan perikanan semasa pemerintahan kolonial Belanda masih berada dalam lingkup Departemen van Landbouw, Nijverheid en handel yang kemudian berubah menjadi Departemen van Ekonomische Zaken. Kegiatan-kegiatan perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan pertanian. Meski demikian, terdapat suatu organisasi khusus yang mengurusi kegiatan perikanan laut di bawah Departemen van Ekonomische Zaken. Organisasi tersebut adalah Onderafdeling Zee Visserij dari Afdeling Cooperatie en Binnenlandsche Handel. Sedangkan untuk menyediakan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut terdapat suatu institut penelitian pemerintah kolonial yang bernama Institut voor de Zee Visserij. Pada masa ini juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang batas laut Hindia Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939, yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia Belanda ditetapkan pada masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil.
PENJAJAHAN JEPANG
Semasa pendudukan Jepang 1942-1945, Departemen van Ekonomische Zaken berubah nama menjadi Gunseikanbu Sangyogu. Fungsi dan tugas departemen ini tidak berubah dari fungsinya di zaman kolonial. Begitu pula halnya dengan lembaga penelitian dan pengembangan, meski berubah nama menjadi Kaiyoo Gyogyo Kenkyuzo dan berpusat di Jakarta tidak mengalami perubahan fungsi. Bahkan, UU tentang batas laut pun tidak mengalami perubahan. Namun yang perlu dicatat justru adalah pada masa pendudukan Jepang ini terjadi perluasan lembaga-lembaga perikanan pemerintah. Pada masa ini, di daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan yang disebut Suisan Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi penyatuan perikanan darat dengan perikanan laut, walaupun tetap dimasukkan dalam kegiatan pertanian.
MASA AWAL KEMERDEKAAN SAMPAI ORDE LAMA
Setelah proklamasi kemerdekaan nasional, pada kabinet presidensial pertama, pemerintah membentuk Kementrian Kemakmuran Rakyat dengan menterinya Mr. Syafruddin Prawiranegara. Pada kementerian ini dibentuk Jawatan Perikanan yang mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Semenjak kabiner pertama terbentuk pada 2 September 1945 hingga terbentuknya kabinet parlementer ketiga pada 3 Juli 1947, Jawatan Perikanan tetap berada di bawah Koordinator Pertanian, di samping Koordinator Perdagangan dan Koordinator Perindustrian dalam Kementrian Kemakmuran Rakyat. Meskipun kemudian Kementrian Kemakmuran Rakyat mengalami perubahan struktur organisasi akibat agresi militer Belanda I dan II serta perpindahan ibukota negara ke Yogyakarta, jawatan perikanan tetap menjadi subordinat pertanian. Pada masa itu, tepatnya 1 Januari 1948, Kementrian Kemakmuran Rakyat mengalami restrukturisasi dengan menghapus koordinator-koordinator. Sebagai gantinya, ditunjuk lima pegawai tinggi di bawah menteri, yakni Pegawai Tinggi Urusan Perdagangan, Urusan Pertanian dan Kehewanan, Urusan Perkebunan dan Kehutanan, serta Urusan Pendidikan. Jawatan Perikanan menjadi bagian dari Urusan Pertanian dan Kehewanan.
Pada masa pengakuan Kedaulatan RI 27 Desember 1949, Kementrian Kemakmuran Rakyat kemudian dipecah menjadi dua kementerian, yaitu Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan dan Perindustrian. Pada masa itulah Jawatan Perikanan masuk ke dalam Kementrian Pertanian. Kementrian Pertanian pada 17 Maret 1951 mengalami perubahan susunan, yakni penunjukkan 3 koordinator yang menangani masalah Pertanian, Perkebunan dan Kehewanan. Di bawah Koordinator Pertanian, dibentuk Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan pada masa itu telah berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan Darat, Balai Penyelidikan Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut. Kesemua jawatan tersebut berada di bawah Jawatan Pertanian Rakyat. Struktur ini tidak bertahan lama. Pada 9 April 1957, susunan Kementrian Pertanian mengalami perubahan lagi dengan dibentuknya Direktorat Perikanan dan di bawah direktorat tersebut jawatan-jawatan perikanan dikoordinasikan.
Jatuh bangunnya kabinet semasa pemerintahan parlementer mengakibatkan Presiden Soekarno menganggap bahwa sistem parlementer tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pada 5 Juli 1957, presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali pada UUD 1945. Istilah kementerian pada masa sebelum dekrit berubah menjadi departemen dan posisi istilah direktorat kembali menjadi jawatan. Pada 1962, terjadi penggabungan Departemen Pertanian dan Departemen Agraria dan istilah direktorat digunakan kembali. Pada masa kabinet presidensial paska dekrit, Direktorat Perikanan telah mengalami perkembangan menjadi beberapa jawatan, yakni Jawatan Perikanan Darat, Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Lembaga Pendidikan Usaha Perikanan dan BPU Perikani
Kondisi politik dan keamanan yang belum stabil mengakibatkan pemerintah merombak kembali susunan kabinet dan terbentuklah KABINET DWIKORA pada 1964. Pada Kabinet Dwikora ini, Departemen Pertanian mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen dan pada kabinet ini terbentuk Departemen Perikanan Darat/Laut di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria. Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan respon pemerintah atas hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan rekomendasi perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan pengurusan usaha meningkatkan pembangunan perikanan. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria melainkan mengalami reposisi dan bernaung di bawah Kompartemen Maritim. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami perubahan nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan Laut. Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi pemberontakan Gerakan 30 September dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet Ampera I pada 1966.
ORDE BARU : Terabaikan dan Dualisme Ekonomi Perikanan
Hill dalam studinya tentang ekonomi Indonesia sejak 1966 mencatat berbagai keberhasilan orde baru seperti kemampuan memanfaatkan harga minyak yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang berlanjut, perbaikan pendidikan, kesehatan dan gizi, selain beberapa catatan tantangan bagi masa depan.
Produksi perikanan meningkat dari 721 ribu ton pada tahun 1966 menjadi 1,923 ribu ton pada 1986. Produksi ikan meningkat menjadi 3.724 ribu ton tahun 1998. Setelah mengalami pertumbuhan negatif dalam periode peralihan (1966-1967), laju pertumbuhan produksi perikanan meningkat dari 3,5% (1968-1973) menjadi 5,3% per tahun (1974-1978). Periode berikutnya pertumbuhan produksi perikanan cenderung menurun. Produktivitas perikanan dalam era ini walaupun tumbuh dengan laju yang berfluktuasi (khususnya kapal), secara nomimal meningkat dari rata-rata 4,3 ton/kapal periode 1974-1978 menjadi 8,4 ton per kapal periode 1994-1998.
Motorisasi perikanan merupakan salah satu penyebab peningkatan produksi sektor ini. Tahun 1966 motorisasi hanya meliputi 1.4% dari total armada perikanan sebanyak 239.900 unit, menjadi 5,8% pada tahun 1975, dan mencapai 16% dari total armada pada tahun 1980. Pada tahun 1998 armada perikanan bermotor telah mencapai 45,8% dari total sebanyak 412.702 unit, namun data tahun ini menunjukkan hanya 21% berupa kapal motor (“inboard motor”), dan bagian terbesar adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor. Dengan demikian, basis perikanan masih dominan di wilayah pantai.
Konflik antara perikanan skala besar dan skala kecil mewarnai sejarah perikanan laut orde baru sebagai akibat dualisme struktur perikanan. Dualisme perikanan ditunjukkan oleh Bailey pada dua kasus penting yaitu introduksi trawl dan purse seine dan pengembangan budidaya udang. Kasus trawl menguatkan tesis Hardin tentang tragedi sumberdaya kepemilikan bersama. Ketika nelayan skala kecil dengan produktivitas rendah (1,4-6,7 ton/unit alat) semakin tersingkirkan oleh nelayan skala besar (trawl dan purse seine) dengan produktivitas masing-masing mencapai 70,4 ton/unit dan 38 ton/unit di tahun 1980, respon nelayan skala kecil adalah melawan dengan berbagai cara termasuk menggunakan bom molotov. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melarang penggunaan trawl secara bertahap melalui Keppres 39/1980 yang diikuti Inpress 11/1982 dan SK Menteri Pertanian No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia terhitung mulai 1 Januari 1983.
REFORMASI : Harapan menjadi “Prime Mover”
Struktur perikanan laut di era terakhir ini juga belum banyak bergeser dimana perikanan skala kecil masih dominan yang ditunjukkan oleh 75% armada perikanan adalah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel. Produksi perikanan dalam periode 1999-2001 tumbuh 2,5% per tahun, sedangkan armada perikanan mulai tumbuh terbatas yaitu di bawah 1% per tahun. Pertumbuhan nelayan lebih tinggi dari armada perikanan dan mendekati pertumbuhan produksi (2,1%).
Jika periode ini dibandingkan periode sebelumnya (1994-1998), produksi perikanan tumbuh lebih rendah (2,5%), demikian juga produktivitas kapal baik secara nomimal maupun laju pertumbuhan. Rata-rata produktivitas perikanan periode 1994-1998 mencapai 8,4 ton/kapal dan 1.7 ton/nelayan turun menjadi 8,3 ton/kapal dan 1,5 ton/nelayan periode tahun 1999-2001. Laju pertumbuhan produktivitas kapal mencapai 3,0% periode 1994-1998, turun menjadi 1,6% periode 1999-2001.
Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN tahun 2000-2005, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan meningkat sangat pesat dari Rp 52 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp 450 miliar pada tahun 2003. Dibanding tahun sebelumnya, PNBP 2004 turun menjadi Rp 282,8 miliar (di bawah target Rp 450 miliar) dan diperkirakan target PNBP sebesar Rp 700 miliar pada tahun 2005 juga tidak tercapai karena belum optimalnya perjanjian bilateral dengan Cina, Filipina dan, Thailand. Kondisi ini menjadi satu tantangan bagi sektor perikanan dan kelautan untuk menjadi salah satu “the prime mover” atau “mainstream” ekonomi nasional.
pertanian organik jepang
Pertanian Organik di Jepang
Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asia. Namun tahukah anda, bahwa pertanian disana ternyata masih kuat nuansa ‘tradisional’nya? Bagaimana itu? Mari kita simak selengkapnya!
Begitu kita berada di luar Tokyo, terjadilah anomali. Ini terjadi karena ternyata Negeri matahari terbit ini juga merupakan negeri para petani lokal/kecil. Di Fukuoka, kota terbesar nomor tujuh di Jepang, ladang padi yang damai terselip diantara rumah dan candi, dalam bayang-bayang pencakar langit yang hanya berjarak 10 mil.
Di iklim yang sangat kondusif ini, pertanian keluarga menanam buat dan sayuran dalam siklus tahunan, untuk memproduksi bahan pangan bagi kota berpenduduk 1,3 juta ini. Di daerah suburban, dimana pertanian lokal jauh lebih banyak, konsumen sering mendapatkan sayuran yang baru dipetik tadi pagi untuk makan malam. Di supermarket pada jantung kota Fukuoka, adalah umum untuk mendapatkan sayuran yang dipanen sehari sebelumnya.
Hasil pertanian segar
Jika anda menggigit tomat atau stroberi disini, maka efek dari kesegarannya akan segera terasa. Mereka sangat penuh cita rasa, sehingga tidak perlu dipersiapkan lebih lanjut lagi. Bahkan anak-anak menyukai sayuran, termasuk juga yang dianggap tidak enak seperti bayam atau kacang-kacangan.
Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’.
Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia merupakan teladan yang baik, bahwa di negara lain yang terurbanisasi hal ini juga dapat diterapkan.
Dengan perkecualian Hokkaido, pulau Jepang yang paling utara dan paling rural, sebagian besar pertanian di Jepang adalah operasi skala kecil yang dijalankan oleh beberapa anggota keluarga. Hasilnya tidak hanya pada kesegaran makanan lokal, namun juga dedikasi untuk terhadap produk. Anggur dan peach, diantara buah lain, mereka lindungi dengan pelindung, sewaktu masih tumbuh, untuk melindungi mereka dari serangga dan gangguan lain. Tanah pun dipetakkan dengan baik, sehingga sayuran akan tumbuh dari dalam beberapa kaki. Dengan bantuan dari rumah kaca, hal ini membantu pasokan tanaman dari musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tangan. Petani Jepang memproduksi semangka kotak, dari trik bonsai dengan membentuk semangka menjadi kubus sewaktu ia tumbuh, sehingga ia dapat dimasukkan kedalam kulkas. Ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap pertanian.
Bantuan Pemerintah
Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.
Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.
Budidaya Rosella
a. Persemaian
SebeLum disemaikan, biji direndam seLama satu hari satu malam LaLu dipilih yang tenggeLam dengan bentuk butiran - butiran yang baik. Biji dapat Langsung disemaikan pada Lahan persemaian yang sudah dioLah dan diairi. SeteLah tumbuh maka bisa Langsung dipindah ke ke poLybag ataupun menunggu cukup besar untuk Langsung dipindah ke Lahan produksi..
b. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan pembajakan tanah secara membujur dan meLintang. Tanah dicampur pupuk dasar berupa pupuk kandang, Lahan diLarik dengan jarak antar Larik 1,5 m.
c. Penanaman
Untuk Lahan yang Langsung dari biji makan penanaman diLakukan dengan ditugaL tiap Lubang tanam diisi 2-3 biji. Sedangkan untuk penanaman bibit yang telah disemaikan di polybag maka setiap Lubang tanam diisi dengan 1-2 bibit.
d. Pemupukan
Pemupukan pada Lahan sebelum tanam dengan pupuk kandang, sedangkan pada umur 3 dan 7-8 minggu seteLah tanam dipupuk Urea sebanyak 30-40 gram tiap tanaman.
e. Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang paling banyak menyerang roseLLe adaLah hama kutu daun dan penyakit Phytopthora. Penanganannya adaLah dengan penyemprotan obat anti kutu ataupun berbagai jenis pestisida yang dijuaL bebas di toko-toko pertanian.
f. Pemeliharaan
SeLama pertumbuhan tanaman perLu diwaspadi keberadaan guLma yang akan berdampak negatif, oLeh karena itu diLakukan penyiangan dengan frekuensi sesuai kondisi Lahan.
g. Panen
Tanaman roseLLe mulai menghasiLkan bunga pada umur 120 hari dan dapat dipanen secara terus-menerus daLam jangka waktu 3 buLan sebeLum akhirnya diganti dengan bibit baru. Per batang tanaman roseLLe dapat menghasilkan 1,5 kg bunga basah. Pemanenan menggunakan gunting untuk memotong tangkai bunga, kemudian diLakukan pemisahan biji. Untuk rendemennya daLam bentuk kering 10% sesudah dijemur di bawah terik matahari seLama 3-5 hari, yang akhrinya siap digunakan konsumsi pribadi ataupun dikemas untuk tujuan komersiaL.
h. Produksi
Produksi tanaman roseLLe daLam keadaan normaL setiap hektar mampu menghasiLkan 2-3 ton keLopak bunga segar tanpa biji atau setara dengan 200-375 kg keLopak bunga kering.
Kandungan gizi keLopak bunga segar tiap 100 gram adaLah sebagai berikut:
- Protein 1,145 gr
- Lemak 2,61 gr
- Serat 12 gr
- KaLsium 1,263 gr
- Fosfor 273.2 mg
- Zat besi 8,98 mg
- MaLic Acid 3,31 %
- Fruktosa 0,82 %
- Sukrosa 0,24 %
- Karotin 0,029 %
- Tiamin 0,117 mg
- Niasin 3,765 mg
- Vitamin C 244,4 mg
Cara Budidaya Tembakau
PENDAHULUAN
Tembakau adalah komoditi yang cukup banyak dibudidayakan Petani. Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal PT. Natural Nusantara berusaha membantu meningkatkan produksi secara kuantitas, kualitas dan kelestarian ( Aspek K-3 ).
SYARAT PERTUMBUHAN
Tanaman tembakau, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun, Suhu udara yang cocok antara 21-32 derajat C, pH antara 5-6. Tanah gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase, ketinggian antara 200-3.000 m dpl.
PEMBIBITAN
- Jumlah benih + 8-10 gram/ha, tergantung jarak tanam.
- Biji utuh, tidak terserang penyakit dan tidak keriput
- Media semai = campuran tanah (50%) + pupuk kandang matang yang telah dicampur dengan Natural GLIO (50%). Dosis pupuk untuk setiap meter persegi media semai adalah 70 gram DS dan 35 gram ZA dan isikan pada polybag
- Bedeng persemaian diberi naungan berupa daun-daunan, tinggi atap 1 m sisi Timur dan 60 cm sisi Barat.
- Benih direndam dalam POC NASA 5 cc per gelas air hangat selama 1-2 jam lalu dikeringanginkan.
- Kecambahkan pada baki/tampah yang diberi alas kertas merang atau kain yang dibasahi hingga agak lembab. Tiga hari kemudian benih sudah menampakkan akarnya yang ditandai dengan bintik putih. Pada stadium ini benih baru dapat disemaikan.
- Siram media semai sampai agak basah/lembab, masukan benih pada lubang sedalam 0,5 cm dan tutup tanah tipis-tipis.
- Semprot POC NASA (2-3 tutup/tangki) selama pembibitan berumur 30 dan 45 hari.
- Bibit sudah dapat dipindahtanamkan ke kebun apabila berumur 35-55 hari setelah semai.
PENGOLAHAN MEDIA TANAM
- Lahan disebari pupuk kandang dosis 10-20 ton/ha lalu dibajak dan dibiarkan + 1 minggu
- Buat bedengan lebar 40 cm dan tinggi 40 cm. Jarak antar bedeng 90-100 cm dengan arah membujur antara timur dan barat.
- Lakukan pengapuran jika tanah masam
- Siram SUPERNASA dengan dosis : 10 – 15 botol/ha
- Alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 meter bedengan.
Sebarkan Natural GLIO 1-2 sachet dicampur pupuk kandang matang 25-50 kg secara merata ke bedengan
PEMBUATAN LUBANG TANAM
Apabila diinginkan daun yang tipis dan halus maka jarak tanam harus rapat, sekitar 90 x 70 cm. Tembakau Madura ditanam dengan jarak 60 x 50 cm yang penanamannya dilakukan dalam dua baris tanaman setiap gulud. Jenis tembakau rakyat/rajangan umumnya ditanam dengan jarak tanam 90 x 90 cm dan penanamannya dilakukan satu baris tanaman setiap gulud, dan jarak antar gulud 90 cm atau 120 x 50 cm.
CARA PENANAMAN
Basahi dan sobek polibag lalu benamkan bibit sedalam leher akar
Waktu tanam pada pagi hari atau sore hari.
PENYULAMAN
Penyulaman dilakukan 1- 3 minggu setelah tanam, bibit kurang baik dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur sama.
PENYIANGAN
Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yaitu setiap 3 minggu sekali.
PEMUPUKAN
Dosis tergantung jenis tanah dan varietas
Waktu Pemupukan | Dosis Pupuk Makro (kg/ha) | ||
Urea/ZA | SP – 36 | KCl | |
Saat Tanam | - | 300 | - |
Umur 7 HST | 300 | - | 150 |
Umur 28 HST | 300 | - | 150 |
TOTAL | 600 | 300 | 300 |
Ket : HST = hari setelah tanam
Penyemprotan POC NASA dosis 4-5 tutup / tangki atau lebih bagus POC NASA (3-4 tutup) dicampur HORMONIK (1-2 tutup) per tangki setiap 1- 2 minggu sekali.
PENGAIRAN DAN PENYIRAMAN
Pengairan diberikan 7 HST = 1-2 lt air/tanaman, umur 7-25 HST = 3-4 lt/tanaman, umur 25-30 HST = 4 lt/tanaman. Pada umur 45 HST = 5 lt/tanaman setiap 3 hari. Pada umur 65 HST penyiraman dihentikan, kecuali bila cuaca sangat kering.
PEMANGKASAN
Pangkas tunas ketiak daun dan bunga setiap 3 hari sekali
Pangkas pucuk tanaman saat bunga mekar dengan 3-4 lembar daun di bawah bunga
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
HAMA
a. Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) Gejala : berupa lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas gigitan. Pengendalian: Pangkas dan bakar sarang telur dan ulat, penggenangan sesaat pada pagi/sore hari , semprot Natural VITURA
b. Ulat Tanah ( Agrotis ypsilon ) Gejala : daun terserang berlubang-lubang terutama daun muda sehingga tangkai daun rebah. Pengendalian: pangkas daun sarang telur/ulat, penggenangan sesaat, semprot PESTONA.
c. Ulat penggerek pucuk ( Heliothis sp. ) Gejala: daun pucuk tanaman terserang berlubang-lubang dan habis. Pengendalian: kumpulkan dan musnah telur / ulat, sanitasi kebun, semprot PESTONA.
d. Nematoda ( Meloydogyne sp. ) Gejala : bagian akar tanaman tampak bisul-bisul bulat, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati. Pengendalian: sanitasi kebun, pemberian GLIO diawal tanam, PESTONA
e. Kutu – kutuan ( Aphis Sp, Thrips sp, Bemisia sp.) pembawa penyakit yang disebabkan virus. Pengendalian: predator Koksinelid, Natural BVR.
f. Hama lainnya Gangsir (Gryllus mitratus ), jangkrik (Brachytrypes portentosus), orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis geminata), belalang banci (Engytarus tenuis).
Penyakit
a. Hangus batang ( damping off ) Penyebab : jamur Rhizoctonia solani. Gejala: batang tanaman yang terinfeksi akan mengering dan berwarna coklat sampai hitam seperti terbakar. Pengendalian : cabut tanaman yang terserang dan bakar, pencegahan awal dengan Natural GLIO.
b. Lanas Penyebab : Phytophora parasitica var. nicotinae. Gejala: timbul bercak-bercak pada daun berwarna kelabu yang akan meluas, pada batang, terserang akan lemas dan menggantung lalu layu dan mati. Pengendalian: cabut tanaman yang terserang dan bakar, semprotkan Natural GLIO.
c. Patik daun Penyebab : jamur Cercospora nicotianae. Gejala: di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga coklat, bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek. Pengendalian: desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah tanah intensif, gunakan air bersih, bongkar dan bakar tanaman terserang, semprot Natural GLIO.
d. Bercak coklat Penyebab : jamur Alternaria longipes. Gejala: timbul bercak-bercak coklat, selain tanaman dewasa penyakit ini juga menyerang tanaman di persemaian. Jamur juga menyerang batang dan biji. Pengendalian: mencabut dan membakar tanaman yang terserang.
e. Busuk daun Penyebab : bakteri Sclerotium rolfsii. Gejala: mirip dengan lanas namun daun membusuk, akarnya bila diteliti diselubungi oleh massa cendawan. Pengendalian: cabut dan bakar tanaman terserang, semprot Natural GLIO.
f. Penyakit Virus Penyebab: virus mozaik (Tobacco Virus Mozaic, (TVM), Kerupuk (Krul), Pseudomozaik, Marmer, Mozaik ketimu (Cucumber Mozaic Virus). Gejala: pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terinfeksi di cabut dan dibakar.
Budidaya belut
Belut,sering kita mengenalnya, sudah banyak juga orang yang sukses dengan budidaya belut, sebetulnya apa yang dimaksud dengan belut?jenis apakah belut ini? Berikut sedikit pengertian belut yang disadur dari Wikipedia :
Belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam suku Synbranchidae. Suku ini terdiri dari empat genera dengan total 20 jenis. Jenis-jenisnya banyak yang belum diperikan dengan lengkap sehingga angka-angka itu dapat berubah. Anggotanya bersifat pantropis (ditemukan di semua daerah tropika).
Belut berbeda dengan sidat, yang sering dipertukarkan. Ikan ini boleh dikatakan tidak memiliki sirip, kecuali sirip ekor yang juga tereduksi, sementara sidat masih memiliki sirip yang jelas. Ciri khas belut yang lain adalah tidak bersisik (atau hanya sedikit), dapat bernafas dari udara, bukaan insang sempit, tidak memiliki kantung renang dan tulang rusuk. Belut praktis merupakan hewan air darat, sementara kebanyakan sidat hidup di laut meski ada pula yang di air tawar. Mata belut kebanyakan tidak berfungsi baik; jenis-jenis yang tinggal di gua malahan buta.
Ukuran tubuh belut bervariasi. Monopterus indicus hanya berukuran 8,5 cm, sementara belut marmer Synbranchus marmoratus diketahui dapat mencapai 1,5m. Belut sawah sendiri, yang biasa dijumpai di sawah dan dijual untuk dimakan, dapat mencapai panjang sekitar 1m (dalam bahasa Betawi disebut moa).
Kebanyakan belut tidak suka berenang dan lebih suka bersembunyi di dalam lumpur. Semua belut adalah pemangsa. Daftar mangsanya biasanya hewan-hewan kecil di rawa atau sungai, seperti ikan, katak, serangga, serta krustasea kecil.
Jenis belut ada 3 macam, yaitu jenis belut rawa, belut sawah dan belut kali atau belut rawa. Jenis belut yang paling sering dijumpai adalah belut sawah.
Manfaat belut adalah : Sebagai sumber protein hewani, pemenuhan kebutuhan makanan sehari hari dan sebagai penambah obat darah.
Lokasi ideal budidaya belut :
- Secara klimatologis belut tidak membutuhkan kondisi yang spesifik. Bisa di dataran rendah dan tinggi, bisa ditempat yang curah hujan nya tinggi atau rendah.
- Budidaya belut memerlukan kualitas air yang baik , bersih dan tanah nya juga harus baik, terhindar dari bahan kimia beracun.
- Suhu ideal adalah 25 – 31 derajat Celcius
- Bibit belut yang masih berukuran 1-2cm memerlukan kondisi air yang lebih baik, bening dan kaya akan oksigen. Sedangkan belut yang sudah sudah dewasa tida terlalu memilih jenis air.
Pedoman singkat budidaya :
Persiapan sarana produksi
jenis kolam budidaya belut antara lain:
- kolam induk/kolam pemijahan,
- kolam pendederan (untuk benih belut berukuran 1-2 cm),
- kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm),
- kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.
Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.
- Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m 2.
- Untuk kolam pendederan (ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m 2
- Untuk kolam belut remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m 2
- untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m 2
- kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya tampungnya 50 ekor/m 2 , hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran 3-50 cm
Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen dan dasar bak tidak perlu diplester.
Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan-peralatan lainnya
Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk kandang, sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih kosong untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik selesai dibuat (tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan kedalam kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm (bahan organik + air). Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah. Setelah itu belut-belut diluncurkan ke dalam kolam
Budidaya Ikan Gabus / Haruan (Chana striata)
Ikan gabus. Hampir semua orang tahu. Karena mereka sudah merasakan kelezatannya. Ikan inipun mudah sekali didapat, bisa dibeli di pasar, bahkan di warung-warung sekitar tempat tinggalnya. Namun apakah mereka tahu asal-usul ikan tersebut. Tentu saja tidak semua orang tahu, termasuk cara budidayanya. Inilah yang akan dikupas dalam artikel ini.
Soal asal usul. Ternyata ikan gabus adalah ikan asli Indonesia. Hidup di perairan sekitar kita, di rawa, di waduk dan di sungai-sungai yang airnya tenang. Namun ikan gabus yang bisa dibeli di pasar-pasar dan warung-warung, kemungkinan besar dari Kalimantan. Karena pulau itulah yang kini menjadi pemasok terbesar untuk pasar-pasar seluruh Indonesia. Namun sayang, populasi ikan gabus di alam sudah mulai berkurang, sehingga budiadaya ikan ini perlu dikembangkan.
Lalu soal cara budidaya ikan gabus. Ternyata ikan inipun tidak susah. Tidak perlu dengan pemijahan buatan, cukup dengan pemijahan alami. Tentu saja hal ini disebabkan karena ikan gabus sudah akrab dengan perairan kita. Salah satu instansi perikanan yang sudah berhasil adalah Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan. Artikel inipun diambil dari salah satu leafletnya.
Namun sebelum mengupas tentang cara budidayanya, alangkah lebih baiknya kita tahu dulu tentang biologinya, terutama habitat, kebiasaan hidup, kebiasaan makan dan sistematikanya. Di Kalimantan, ikan gabus banyak ditemukan di rawa-rawa daerah pedalaman, hidup di dasar perairan yang dangkal, bersifat carnivor atau pemakan daging, terutama ikan-ikan kecil yang mendekatinya. Ikan gabus bersifat musiman, memijah pada musim hujan dari Bulan Oktober hingga Desember.
Secara sistematika, seorang ahli perikanan, Kottelat (1993) memasukan kedalam : Kelas : Pisces; Ordo : Labyrinthycy; Famili : Chanidae; Genus : Channa; Spesies : Channa striata; sinonim dengan Ophiochephalus striatus. Ikan gabus memiliki nama lain, yaitu gabus isilah Indonesia, Haruan merupakan nama daerah Kalimantan. Sedangkan dalam Bahasa Inggeri disebut Snaka Head Fish.
Beda jantan dan betina
Jantan dan betina ikan gabus bisa dibedakan dengan mudah. Caranya dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Jantan ditandai dengan kepala lonjong, warna tubuh lebih gelap, lubang kelamin memerah dan apabila diurut keluar cairan putih bening. Betina ditandai dengan kepala membulat, warna tubuh lebih terang, perut membesar dan lembek, bila diurut keluar telur. Induk jantan dan harus sudah mencapai 1 kg.
Pemijahan
Pemijahan dilakukan dalam bak beton atau fibreglass. Caranya, siapkan sebuah bak beton ukuran panjang 5 m, lebar 3 m dan tinggi 1 m; keringkan selama 3 – 4 hari; masukan air setinggi 50 cm dan biarkan mengalir selama pemijahan; sebagai perangsang pemijahan, masukan eceng gondok hingga menutupi sebagian permukaan bak; masukan masukan 30 ekor induk betina; masukan pula 30 ekor induk jantan; biarkan memijah; ambil telur dengan sekupnet halus; telur siap untuk ditetaskan.
Untuk mengetahui terjadinya pemijahan dilakukan pengontrolan setiap hari. Telur bersifat mengapung di permukaan air. Satu ekor induk betina bisa menghasilkan telur sebanyak 10.000 – 11.000 butir.
Penetasan telur
Penetasan telur dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan sebuah akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 40 cm; pasang dua buah titik aerasi dan hidupkan selama penetasan; pasang pula pemanas air hingga bersuhu 28 O C; masukan telur dengan kepadatan 4 – 6 butir/cm2; biarkan menetas. Telur akan menetas dalam waktu 24 jam. Sampai dua hari, larva tidak perlu diberi pakan, karena masih menyimpan makanan cadangan.
Pemeliharaan larva
Pemeliharaan larva dilakukan setelah 2 hari menetas hingga berumur 15 hari, dalam akuarium yang sama dengan kepadatan 5 ekor/liter. Kelebihan larva bisa dipelihara dalam akuarium lain. Pada umur 2 hari, larva diberi pakan berupa naupli artemia dengan frekwensi 3 kali sehari. Dari umur 5 hari, larva diberi pakan tambahan berupa daphnia 3 kali sehari, secukupnya. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan, dengan membuang kotoran dan sisa pakan dan mengganti dengan air baru sebanyak 50 persen. Penyiponan dilakukan 3 hari sekali, tergantung kualitas air.
Pendederan
Pendederan I ikan gabus dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 200 m2; keringkan selama 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 – 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 4.000 ekor larva pada pagi hari; setelah 2 hari, beri 1 – 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur 3 minggu.
Cara Budidaya Ikan Gabus
Ikan
gabus adalah sejenis ikan buas yang hidup di air tawar. Ikan ini
dikenal dengan banyak nama di berbagai daerah: kabos (Mhs.), aruan,
haruan (Mly.,Bjn), bogo (Sd.), kocolan (Btw.), kutuk (Jw.), bayong,
bogo, licingan (Bms.), dll. Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan
berbagai nama seperti snakehead murrel, common snakehead , striped
snakehead, chevron snakehead, dan juga aruan. Nama ilmiahnya adalah
(Channa striata).
Peluang usaha budidaya ikan gabus terbuka bagi
siapa saja yang ingin mengembangkan usaha perikanan. Minimnya pasokan
tak seimbang dengan besarnya permintaan dari konsumen ikan gabus, maka
harga ikan gabus pun terbilang cukup mahal.
Ikan gabus malas bila
sudah masuk ke restoran maka harganya bisa mencapai Rp 250.000,00 – Rp
300.000,00 untuk satu porsi dengan ukuran 0,8 kg -1 kg. Cara budidaya
ikan gabus malas dapat anda simak di bawah ini.
Kebiasaan Hidup Ikan Gabus di Alam
Benih
ikan gabus tampak seperti serombongan ikan cere (Lebistes reticulates)
di kolam. Gabus malas ini berasal dari Kalimantan, Sumatera, Malaysia,
dan Thailand. Ikan ini hidup di sungai, rawa dengan kedalaman 40 cm, dan
menyukai perairan yang dangkal.
Ikan ini cenderung memilih
tempat yang gelap, berlumpur, berarus tenang, atau wilayah bebatuan
untuk bersembunyi. Di Indonesia, ikan ini ditemukan di Palembang, Muara
Kompeh, Gunung Sahilan, Jambi, Danau Koto, Sungai Russu, Bua-bua,
Banjarmasin, Sintang, Montrado, Batu Pangal, Smitau,Danau Boran,
Pontianak, Sungai Kapuas, Serawak dan Ternate, Sungai Cisadane, Bengawan
Solo, dan beberapa sungai besar lainnya.
1. Kebiasaan makan
Di
alam, ikan gabus menangkap makanan yang jaraknya sangat dekat. Dengan
bentuk mulut yang sangat lebar, bukan halangan bagi ikan ini untuk
mengenyangkan perutnya.
ikan gabus termasuk golongan karnivora. Jenis
pakan yang disukai adalah cacing, ikan-ikan kecil, atau organisme
lainnya, asalkan masih hidup. Setiap harinya ikan ini bisa menyantap
pakan ini dalam jumlah yang besar.
2. Kebiasaan berkembang biak
Di
alam, ikan gabus kawin pada musim penghujan di tempat yang berpasir
bersih. Ikan ini kawin secara berpasangan. Telurnya akan diletakkan di
dasar atau ditempelkan pada substrat, pinggiran batu, atau akar pokok
kayu yang bersih. Telurnya akan tampak seperti kabut atau kapas yang
sangat lembut dan halus yang menempel pada substrat.
Pengenalan Jenis
Awalnya,
ikan gabus malas adalah hama yang mengusik ketenangan ikan-ikan
peliharaan di kolam, sama seperti belut. Namanya sesuai dengan kebiasaan
hidupnya. Ikan ini hampir-hampir tidak bergerak saking malasnya. Oleh
karena itu, ikan ini harus diberi pakan hidup agar bereaksi. Ikan gabus
malas dikenal juga dengan nama betutu.
Ikan ini memiliki sisik
tipe ctenoid. Artinya, bentuk sisik kecil2 dan menyelimuti sekujur
badannya. Pada bagian kepala sisik, terdapat moncong, pipi, dan
operculum. Bagian operculum sisik ini lebih besar dibandingkan dengan
yang lainnya. Sirip dubur lebih pendek dari sirip punggung kedua. Ikan
ini mudah dibedakan dengan ikan lainnya karena mempunyai warna tubuh
cokelat kehitaman. Pada bagian punggungnya berwarna hijau gelap,
sedangkan warna bagian perutnya lebih terang. Bagian kepala memiliki
tanda berwarna merah muda.
Panjangnya bisa mencapai 45 cm.
Badannya berbentuk bulat panjang. Mulutnya lebar, Sirip ekor berbentuk
membulat (rounded) dengan kulit tubuh dihiasi belang-belang kecokelatan.
Pemijahan di Kolam
1. Konstruksi kolam
Luas
kolam pemijahan bervariasi antara 200 M2, tergantung ketersediaan
lahan. Kolam berbentuk persegi panjang dengan letak pintu pemasukan dan
pembuangan berseberangan secara diagonal. Tujuannya agar kolam bisa
memperoleh air dari saluran langsung dan pembuangannya pun bisa lancar.
Debit air kolam minimal 25 liter/menit. Pergantian air yang kotinyu akan
berpengaruh positif terhadap proses pemijahan.
Bila lahannya sempit,
bisa dibuatkan bak semen berukuran 2 m X 1 m x 1 m untuk pemijahan
induk betutu secara berpasangan. Namun, bila mau memijahkan beberapa
pasang di lahan terbatas bisa dibuat kolam tembok berukuran 4 m X 2 m X 1
m.
2. Persiapan kolam
Untuk
kolam pemijahan seluas 200 m2, disiapkan induk yang rata-rata berukuran
300 g sebanyak 35-40 pasang. Sementara untuk kolam kecil, dengan luas 8
m2, dapat dimasukkan induk sebanyak 3-4 pasang.
Sebelum induk
dimasukkan, kolam pemijahan dilengkapi dengan sarang pemijahan berupa
segitiga yang dibuat dari asbes. Ukuran panjang segitigiga 30 cm yang
diikat dengan kawat dan diberi pelampung untuk mengetahui keberadaannya.
Induk
dimasukkan ke dalam kolam pemijahan setelah kolam terisi air setinggi
40-45 cm. Selama proses pemijahan, sebaiknya kolam memper*oleh
pergantian air secara kontinyu. Proses pergantian air secara kontinyu
ini terbukti mampu merangsang pemijahan hampir semua jenis ikan secara
alami.
3. Pemijahan
Tingkah
laku pemijahan ikan gabus meliputi 5 tahap, yaitu membentuk daerah
kekuasaan, membuat sarang pemijahan, proses kawin, memijah dan
meletakkan telurnya pada sarang, dan menjaga telurnya.
Memilih Induk
Induk
ikan gabus umumnya dikumpulkan dari alam sebab perlu waktu yang lama
dan pakan yang sangat banyak untuk menghasilkan induk di kolam.
Ciri induk ikan gabus yang berkualitas
Betina
: Badannya berwana lebih gelap. Bercak hitam lebih banyak. Papila
urogenital berbentuk tonjolan memanjang yang lebih besar, membundar,
warnanya memerah saat menjelang memijah. Ukurannya lebih kecil
dibandingkan yang jantan pada umur yang sama. Berbadan sehat. Dewasa.
Jantan
: Badannya berwana lebih terang. Bercak hitam lebih sedikit. Papila
orogenital berbentuk segitiga, pipih, dan kecil. Pada umur yang sama
ukurannya lebih besar daripada betina. Berbadan sehat. Dewasa.
Penetasan Telur dan Perawatan Benih
Telur
ikan betutu berbentuk lonjong, transparan. Ukurannya sangat kecil,
kira-kira hanya bergaris tengah 0,83 mm. Telur tersebut melekat pada
dinding sarang. Setelah kontak dengan air selama 10-15 menit, membran
vitelinya akan mengembang terns dan panjang telur meningkat sekitar 50 %
hingga telur berukuran 1,3 mm.
Penetasan telur dilakukan di
akuarium dengan mengangkat sarang pemijahan yang telah berisi telur.
Sebuah sarang pemijahan bisa ditempati oleh sepasang induk, tetapi bisa
juga ditempati beberapa ekor induk. Kapasitas akuarium sebaiknya minimal
60 liter. Untuk menjamin proses penetasan, diberi aerasi agak kuat, dan
ditetesi beberapa tetes
Malachytgreen atau Metilen blue untuk
mencegah jamur (fungi). Telur yang terserang jamur akan tampak putih
berbulu dan sebaiknya segera disifon agar tidak menulari telur yang
lain.
Jumlah telur dalam setiap sarang berkisar 20.000- 30.000 butir.
Telur tidak menetas dalam waktu yang bersamaan. Biasanya, penetasan
berlangsung 2-4 hari. Setelah telur menetas, kekuatan aerator dikurangi.
Adapun persentase telur yang menetas antara 80—90%.
Pendederan
Pendederan
dimaksudkan untuk memelihara larva yang baru menetas dan sudah habis
kuning telurnya (yolk sack) ke dalam kolam untuk memperoleh ikan yang
seukuran sejari (fingerling). Pendederan biasanya dibagi menjadi 2
bagian, yaitu pendederan I dan pendederan II.
Pendederan I dilakukan
di dalam bak atau kolam yang lebih kecil, berukuran 5 m x 2 m dengan
kedalaman 1 m. Kolam ini dipasangi hapa dengan ukuran mata 500 mikron
(0,5 mm) yang berukuran 100 cm x 75 cm dan tinggi 60 cm.
Banyaknya
hapa yang dipasang tergantung benih yang akan ditebar. Kepadatan
penebaran di dalam hapa pada pendederan I yaitu 30.000 ekor /m2 atau 3o
ekor/liter air. Jadi, ke dalam bak tersebut dapat ditampung sebanyak
100.000-150.000 ekor larva, hasil dari 3-5 buah sarang, dengan kedalaman
air 50 cm. Lama pemeliharaan di dalam pendederan I ini yaitu 2 bulan.
Dengan pakan yang disuplai dari luar, akan dihasilkan benih seukuran 1-2
cm dengan tingkat hidup mencapai 20%.
Untuk pendederan II,
dibutuhkan kolam yang luasnya 50 m2 dengan ukuran 5 m x 10 m dan
kedalaman kolam 0,7 meter. Kolam dipupuk dengan kotoran ayam sebanyak
0,5-1,5 kg /m2, tergantung dari kesuburan kolam. Lama pemeliharaan di
pendederan II yaitu 4 bulan dan akan dihasilkan benih ikan berukuran 10
cm (30-50 g) dengan tingkat kehidupan bisa mencapai 100%.
Pembesaran
Pembesaran
dimaksudkan untuk menghasilkan betutu berukuran konsumsi. Kolam yang
dibutuhkan seluas 200-600 m2.usahakan kolam memperoleh air barn dengan
konstruksi pematang kolam dari tanah dengan terlebih dahulu dipastikan
tidak bocor. Idealnya, kolam dengan pematang yang ditembok. Di dalam
kolam ditempatkan beberapa tempat persembunyian berupa ban bekas atau
dawn kelapa karena ikan gabus menghendaki lingkungan yang agak
remang-remang.
Terlebih dahulu kolam dipupuk dengan kotoran ayam
dengan dosis 0.5-1.5 kg/m2. Kolam diairi dengan air yang sudah lewat
saringan. Untuk benih berukuran 100 g dapat ditebarkan 20 ekor/m2,
sedangkan yang berukuran 175 g dapat ditebarkan sebanyak 8 ekor/m2.
Dalam tempo 5 bulan, benih yang beratnya 100 g dapat tumbuh menjadi 250
g/ekor, sedangkan yang berukuran 175 g dapat mencapai berat 400 g/ekor
selama 6 bulan.
Langganan:
Postingan (Atom)